Ada informasi menarik dari Yayasan Kutilang Indonesia (YKI) yang perlu di-share kepada sobat khususnya pembaca setia
Sepanjang tahun 2008-2012, setidaknya ada delapan temuan jenis burung
baru di Indonesia. Dengan demikian, saat ini di negeri kita terdapat
1.606 jenis burung. Sebelumnya, jumlah burung di Indonesia tercatat 1.598 spesies berdasarkan Daftar Burung Indonesia No 2 (DBI 2) Tahun 2007 yang diterbitkan YKI
DAFTAR JENIS BURUNG TERBARU DI INDONESIA (2008-2012)
NAMA SPESIES | NAMA INGGRIS | NAMA INDONESIA |
Zosterops somadikartai | Togian Whiteeye | Kacamata togian |
Himantopus himantopus | Black-winged Stilt | Gagang-bayam belang |
Phalaropus fulicaria | Red Phalarope | Kaki-rumbai merah |
Microhierax latifrons | White-fronted Falconet | Alap-alap dahi-putih |
Larus heuglini | Heuglin’s Gull | (belum diketahui) |
Puffinus heinrothi | Heinroth’s Shearwater | (belum diketahui) |
Anthus hodgsoni | Olive-backed Pipit | (belum diketahui) |
Calidris bairdii | Baird’s Sandpiper | (belum diketahui) |
Sumber: Yayasan Kutilang Indonesia (2013)
Dari delapan temuan baru itu, kehadiran burung pleci atau kacamata togian (Zosterops somadikartai)
bisa dibilang paling spektakular. Burung endemik asal Kepulauan Togian,
Sulawesi Tengah, itu merupakan jenis baru yang tidak dikenal sebelumnya
oleh dunia sain (new bird).
Disebut spektakular, karena yang menemukannya adalah dua ornitolog
putra bangsa Indonesia, yaitu Mochamad Indrawan dan Sunarto. Keduanya
dibantu oleh taksonom asal AS bernama Pamella Rasmussen. Satu lagi
torehan tinta emas dalam sejarah perkembangan dunia ornitologi
Indonesia.
Selain kacamata togian, tujuh jenis lainnya merupakan jenis tambahan (new list). Tiga jenis berasal dari kelompok burung pantai (shorebird / wader), dua jenis burung laut (seabird), dan masing-masing satu jenis dari kelompok burung pemangsa (raptor) dan burung bertengger (passerine). Jenis-jenis yang ditemukan para pengamat burung dan ornitolog ini sebelumnya tak tercatat kehadirannya di Bumi Nusantara.
Berikut uraian singkat jenis burung baru di Indonesia berdasarkan tahun publikasi.
Kacamata togian (Zosterops somadikartai)
Nama ilmiah burung kacamata baru asal Kepulauan Togian ini diambil
dari nama Soekarja Somadikarta, ahli taksonomi burung yang berkontribusi
besar dalam perkembangan ornitologi Tanah Air.
Kacamata togian dijumpai pertama kali pada tanggal 23 dan 27 Agustus
1996. Saat itu, Indrawan dan Sunarto sedang melakukan survei lapangan di
beberapa tempat di Kepulauan Togian, Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.
Bagi mereka, kacamata tersebut tampak berbeda dengan jenis kacamata yang
lain. Burung tersebut berdahi hitam, tidak mempunyai lingkar mata putih
dan memiliki karakteristik suara yang berbeda dari kacamata lain.
Setelah perjumpaan pertama itu, observasi panjang selama 7 tahun
dilakukan guna mengumpulkan data selengkap-lengkapnya. Hingga pada 2003,
spesimen dan suara burung ini berhasil dikoleksi dan dikirimkan kepada
Rasmussen, taksonom asal Michigan State University, AS, guna dipelajari
dan dibandingkan dengan spesimen kacamata yang lain.

Kacamata togian (Zosterops somadikartai) l Foto : Philippe Verbelen
Setelah mendapat kepastian bahwa burung kacamata ini belum pernah
dikenal sebelumnya, pada 17 April 2006, para penemunya mengirimkan
publikasi ilmiahnya ke The Wilson Jurnal of Ornithology. Salah
satu jurnal terkemuka dunia itu kemudian menerbitkannya pada Maret 2008.
Publikasi itu sekaligus mengukuhkan kehadiran kacamata togian sebagai
jenis baru.
Nama “somadikartai” yang disematkan pada burung ini merupakan
sebentuk penghargaan kepada Soekarja Somadikarta. Ahli taksonomi burung
yang akrab disapa Pak Soma itu merupakan taksonom burung Indonesia
paling senior dan terkemuka.
Secara keseluruhan, dihitung sejak ditemukan pada 1996, dibutuhkan
waktu sekitar 12 tahun hingga akhirnya kacamata temuan anak bangsa ini
mendapat pengukuhan. Ya, sebuah kerja panjang yang membanggakan!
Sumber:
Indrawan, M., P. C. Rasmussen &
Sunarto. 2008. A new White-eye (Zosterops) from the Togian Islands,
Sulawesi, Indonesia. The Wilson Journal of Ornithology 120(1): 1-9.
Gagang-bayam belang (Himantopus himantopus)

Gagang-bayam belang (Himantopus himantopus) l Foto : Hasri Abdillah.
Di Indonesia, catatan burung berkaki jenjang ini awalnya hanya
berasal dari catatan singkat seorang pengamat burung bernama Christian
Goenner. Ia menjumpai dua di antara 48 ekor gagang-bayam timur (Himantopus leucocephalus) di dekat Desa Tanjung Haur, Danau Jempang, Kalimantan Timur, dalam pengamatan tanggal 16-20 Oktober 2004.
Perjumpaan tersebut termuat dalam majalah BirdingASIA 3 (2005), yang kemudian menjadi acuan untuk masuk dalam Checklist Burung Borneo (2008) dan panduan lapangan Birds of Borneo (2009). Namun demikian DBI 2, yang sebenarnya terbit lebih awal dari dua rujukan itu, tidak memasukkan catatan Goenner.
Setelah Goenner, dua perjumpaan di Sumatera akhirnya makin memastikan
keberadaan si kaki jenjang itu di Indonesia. Agus Nurza menjumpai
seekor anakan di Desa Jeulingke, Syiah Kuala, Banda Aceh (Nanggro Aceh
Darussalam) pada 21 Oktober 2007. Kemudian, Hasri Abdillah menjumpai 10
ekor individu dewasa beserta anakannya sedang mencari makan bersama
sekelompok gagang-bayam timur. Perjumpaan di Desa Bagan Serdang, Pantai
Labu, Deli Serdang, Sumatera Utara, itu terjadi pada 14 Januari 2009.
Sumber:
Iqbal, M., H. Abdillah & A. Nurza.
2010. Black-winged Stilt Himantopus himantopus himantopus, a new
shorebird for Indonesia. Wader Study Group Bull. 117(1): 63–65.
Catatan: Setelah perjumpaan-perjumpaan
tersebut, catatan kehadiran gagang-bayam belang di Sumatera makin
sering tercatat, terutama di Sumatera Utara.
Olive-backed pipit (Anthus hodgsoni)

Anthus hodgsoni l Foto: orientalbirdimages.com
Dalam suatu survei singkat pada 21-27 November 2007, seekor burung yang teridentifikasi sebagai Anthus hodgsoni
teramati mencari makan di sebuah jalur hutan di Pegunungan Menyapa,
Kalimantan Timur. Para ornitolog yang melakukan survei menemukannya di
ketinggian sekitar 650 m dpl.
Sebenarnya, di kawasan Kalimantan yang masuk wilayah Malaysia dan
Brunei Darussalam (Borneo), telah terdapat beberapa catatan untuk jenis
ini. Meski demikian, status burung ini masih dianggap sebagai pengunjung
musim dingin yang jarang.
Sumber:
Brickle, N. W., J. A. Eaton & F.
A. Rheindt. 2010. A rapid bird survey of the Menyapa Mountains, East
kalimantan, Indonesia. Forktail 26: 31-41.
Baird’s sandpiper (Calidris bairdii)
Calidris-bairdii l Foto: orientalbirdimages.com
Pada 18 Agustus 1993, sejenis kedidi berukuran kecil teramati di
pantai Pulau Jefman, dekat Sorong, Papua Barat. Kombinasi ukuran dan
bentuk paruh secara keseluruhan, sayapnya yang panjang, serta tidak
adanya warna putih pada tunggir, menegaskan identifikasi burung ini
sebagai Calidris bairdii. Hasil pengamatan Nigel Redman ini menjadi catatan pertama tentang kehadiran spesies ini di Papua, sekaligus di Indonesia.
Sumber:
Redman, N. 2011. First Record of Baird’s Sandpiper Calidris bairdii for Indonesia. Kukila 15: 122-123.
Kaki-rumbai merah (Phalaropus fulicaria)

Kaki rumbai merah (Phalaropus fulicaria) l Foto: Imam Taufiqurrahman
Seekor kaki-rumbai merah yang teramati pada 20 April 2008 di laguna
Pantai Trisik, Kulonprogo, DIY, menjadi catatan pertama kehadiran jenis
ini di Indonesia. Keberadaannya diketahui dari hasil pengamatan 7 orang
anggota Kelompok Pengamat Burung Bionic Universitas Negeri Yogyakarta
(KPB Bionic UNY) saat mengikuti kegiatan Monitoring Burung Pantai
Indonesia (MoBuPI). Kepastian identifikasi diperoleh dari para ahli,
yang memastikannya berdasar foto dokumentasi.
Selama kehadirannya di Pantai Trisik, burung tersebut sempat ditandai
oleh tim Avian Influenza Indonesian Ornithologists Union (IdOU) –
Yayasan Kutilang Indonesia (YKI) dengan cincin bernomor ID-LIPI-BGR
1A01301. Keberadaan burung yang diperkirakan masih remaja itu terakhir
tercatat pada 11 Mei 2008, yakni 21 hari setelah perjumpaan pertama.
Sumber:
Taufiqurrahman, I., D. A. Sujatmiko
& M. A. Utomo. 2011. First record of Red Phalarope Phalaropus
fulicaria for Indonesia. Kukila 15: 106-108.
Heuglin’s gull (Larus heuglini)

Heuglin’s gull (Larus heuglini) l Foto: orientalbirdimages.com
Pada 30 Oktober 2008, sejenis camar teramati oleh Colin Trainor dan
Imanuddin di muara Sungai Besar, Pulau Wetar, Maluku. Namun, saat itu
mereka tidak dapat memastikan jenis camar tersebut. Berbekal foto-foto
yang diperoleh, mereka mendapat kepastian dari para ahli bahwa jenis
tesebut adalah Larus heuglini.
Camar ini terbilang cukup besar, berukuran sekitar 60 cm dengan
kepala putih tanpa corak. Tubuh bagian atas berwarna gelap, bulu sayap
primer abu-abu gelap. Kaki kuning pucat, paruh tebal dan pendek dengan
perpaduan warna kuning dan bercak merah tua serta hitam.
Sebelumnya, Indonesia tercatat memiliki 5 jenis camar. Hanya satu
jenis, yakni camar kepala-hitam Larus ridibundus, yang terdapat di
kawasan Wallacea. Kehadiran Larus heuglini ini makin menambah panjang
daftar jenis camar di kawasan Wallacea, sekaligus Indonesia.
Sumber:
Trainor, C. R., Imanuddin & J.
Walker. 2011. Heuglin’s Gull Larus heuglini on Wetar Island, Banda Sea:
the first Indonesian record. Forktail 27: 95-96.
Alap-alap dahi-putih (Microhierax latifrons)

Alap-alap dahi-putih (Microhierax latifrons) l Foto: orientalbirdimages.com
Sebelumnya, keberadaan alap-alap dahi-putih hanya diketahui terbatas
di Kalimantan bagian utara (Borneo). Lebih spesifiknya, kawasan Sabah
yang merupakan wilayah Malaysia. Namun, perjumpaan Mohammad Irham dengan
dua ekor jantan di Simenggaris, Nunukan, Kalimantan Timur, memastikan
keberadaan burung ini di wilayah Indonesia.
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menjumpai burung berstatus NT / Near Treathened
(mendekati ancaman punah) tersebut pada 1 Juni 2011. Enam tahun
sebelumnya, yakni pada 24 Juni 2005, Erik Meijaard mencatat perjumpaan
dengan lima ekor burung yang diduga sebagai alap-alap dahi-putih.
Namun, meski ciri-ciri burung tersebut cukup terlihat, perjumpaan
yang juga berasal dari area Nunukan itu masih dianggap kurang meyakinkan
akibat pengamatan dilakukan dalam kondisi hari yang hampir gelap.
Sumber:
Irham, M., E. Meijaard & S. (Bas)
van Balen. 2012. New information on the distribution of White-fronted
Microhierax latifrons and Black-thighed Falconets M. fringillarius in
Kalimantan, Indonesia. Forktail 28: 162-164.
Heinroth’s shearwater (Puffinus heinrothi)

Heinroth’s shearwater (Puffinus heinrothi) l Foto: orientalbirdimages.com
Jenis penggunting-laut ini teramati oleh James Eaton, Rob Hutchinson,
dan beberapa pengamat lain saat pengarungan dari Labuan Bajo, Flores,
ke Pulay Tanah Jampea, Sulawesi Selatan. Dalam pengamatan yang
berlangsung akhir Oktober 2011 itu, mereka menjumpai dua ekor.
Distribusi utama dari burung berstatus Vulnerable (rentan)
tersebut ada di perairan Kepulauan Bismarck hingga Kepulauan Solomon di
timur Papua Nugini. Catatan perjumpaan dari perairan Laut Flores ini
menjadi yang pertama untuk kawasan Wallacea, Indonesia, bahkan Asia.
Sumber:
Robson, C. 2012. From the field. BirdingASIA 18: 112-119.
Catatan:
Hutchinson kembali menemukan jenis
burung ini pada awal Desember 2012 di perairan dekat P. Taliabu, Maluku.
Sebagaimana yang diungkapnya dalam foto yang tertampil di situs
Oriental Bird Images, banyaknya individu yang teramati menimbulkan
pertanyaan akan arti penting kawasan perairan tersebut sebagai lokasi
migrasi utama burung ini.
Catatan mengenai jenis burung baru ini didominasi oleh kehadiran
burung yang termasuk kategori migran, baik dari kelompok burung pantai
maupun burung laut. Melihat makin banyak aktivitas yang dilakukan para
peneliti dan pengamat burung di Tanah Air, serta derasnya lalu-lintas
pertukaran informasi di antara mereka, jumlah yang mencapai 1.606 jenis
ini pun besar kemungkinan tidak akan bertahan lama. Kelak, bisa jadi
giliran Anda yang akan menjadi penyumbang bertambahnya jumlah jenis
burung di negeri kita.
Sumber: Yayasan Kutilang Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment